JEAN-PAUL SARTRE DALAM PEMIKIRAN EKSISTENSISALISME [1]

OLEH

ASHRIL FATHONI [2]

Jean-Paul Sartre lahir di kota Paris pada tanggal 21 Juni 1905. ayahnya metupakan seorang perwira muda dari Angkatan Laut dan meninggal pada tahun 1906 sedangkan ibunya bernama Anne Marie Schweitzer yang merupakan anak perempuan dari Charles Schweitzer seorang guru bahasa dan sastra Jerman di daerah Alsace. Setelah ayahnya meninggal Sartre beserta ibunya pindah ke rumah Charles Schweitzer di Meudon.Didalam rumah kakeknya hubunganantara anak yakni Sartre dengan ibunya sangat dekat hal ini disebabkan oleh perilaku kakeknya yang tidak membeda-bedakanantara anaknya serta cucunya jadi hubungan Sartre dan ibunya lebih bersifat antara kakak dan adik.Sampai umur sepuluh tahun Sartre mendapatkan pendidikan atau pengajaran dirumah, selama itu ia hidup ditengah-tengah orang dewasa, tanpa adik , tanpa teman sebaya. Dunianya ialah perpustakaan kakeknya, sehingga pada masa yang akan datang ketika mulai sekolah di Lycée Hendri IV, Sartre akan memasuki suatu dunia yang berbeda yakni dunia luar dan kehadiran orang lain selain dari kelurganya.Sebagai anak kecil yang masih polos Sartre menyatakan dirinya sebagai seorang yang jenius, berbeda dengan anak kecil yang pada umumnya Sartre kecil terbilang memilki imajinasi, ketekunan yang sangat tinggi, hal ini dapat dimungkinkan karena kebiasaannya yang senang membaca serta mengumpulkan dan memenuhi buku-buku pelajarannya dengan berbagai kisah kepahlawanan dan petualangan para kesatria.Ketika masih kecil Sartre mengalami kecelakaan yang kelak membawanya kepadakecacatan semumur hidupnya, yaitu ketika berlibur ke pantai ia terkena demam dan demam itu dibiarkan saja tanpa menjalani pengobatan secara serius sehingga demam yang menyerang Sartre mengalami komplikasi yang sangat membahayakan. Sebagai akibatnya Sartre mengalami pemutihan pada kornea mata yang membuatnya mengalami ganguan pada penglihatannya pada mata kanannya sehingga ia mengalami strabismus atau juling.

Sesuatu yang tidak diinginkan namun akhirnya terjadi yaitu ketika ibunya menikah untuk yang kedua kalinya, Sartre pun mengalami ketakutan yang dapat dikatakan wajar dialami oleh anak kecil sebayanya yaitu takut jikalau tidak mendapatkan perhartiannya secara lebih sebelum ibunya menikah lagi, dan ibunya pun pindah ke La Rochelle bersama suami barunya yaitu Joseph. Sartre menyatakan dalam otobiografinya bahwa “ibuku tidak mengawini ayah tiriku karena cinta…”. Ayah tirinya merupakan seorang borjuis yang sangat kaya, dan merupakan seorang direktur dari perusahaan galangan kapal local Delaunay, yang menjalankan usahanya dengan cara kapitalisme cara lama yaitu dengan cara penghentian operasi perusahaan ketika para pekerjanya melakukan pemogokan, sampai seluruh buruh itu menyarah sendiri karena kelaparan.Pada umurnya yang baru empat belas tahun Sartre telah menghasilkan sebuah karya tulis yang berbentuk novel, novel ini berkisahkan tentang seorang tiran Jerman pada abad pertengahandan diberi judul Goetz von Berlichingen.Selain sekolah di Lycée Louis-le-Grand Selama tinggal bersama ayah tirinya Sartre diajarkan pelajaran tambahan, seperti pelajaran aljabar atau geometri, ayah tirinya selalu memberkan tempelengan jikalau anak tirinya itu tidak memberikan jawaban atas pertanyaan yang diberikan dengan benar.

Pada tahun 1924 sartre sempat masuk di Ecole normale supérieure yang dikenal merupkan salah satu perguruan tinggi yang dinilai selektif dalam menerima calon mahasiswanya serta terkemuka di Prancis, keselktifan universitas ini terbukti dari kualitas jebolan ataupun alumnus dari universitas ini seperti filsuf lain pada abad ke 20 yakni Maurice Marleau-Ponty dan Raymond Aron, antropolog Claude Levi-Strauss. Untuk ujian Agrégation ia satu kali gagal, tetapi pada tahun berikutnya pada tahun 1929 is berhasil meraih Agrégation de philosophie sebagai nomor satu.Dengan bergabungnya Sartre ditengah-tengah pergaulannya di Ecole normale supérieure, Sartre sangat menyukainya karena berada di lingkungan yang penuh dengan intelektualitas sehingga kekurangannya dalam fisiknya itu tidak dapat menjadi penghalang dalam pergaulan seperti ketika Sartre sekolah di Lycée (sekolah persiapan untuk menempuh perguruan tinggi). Sartrepun kembali menyatakan dirinya seperti pada masa kecilnya menyatakan bahwa dia adalah anak jenius tetapi ia menyatakan perkataan yang sangat mengejutkan yakni saya adalah seribu Socrates.

Walaupun ditengah-tengah kegidupanyang serba amburadul Sartre tetap menjalankan kehidupannya sebagai mahasiswa yang selau berada dilingkungan pergaulan yang bersifat ilmiah dan percakapan intelektual, ini terbukti dari kebiasaannya yang sering mengunjungi kafe-kafe yang berada di Latin Quarter, dan terlibat percakapan ataupun debat intelektual dengan teman-temannya seperti Aron dan Marleau-Ponty dan yang menjadi pokok pembicaraannya biasanya ialah hal-hal yang berhubungan dengan dunia filsafat. Dalam kelompoknya itu terdapat seorang wanita yang bernama Simeone de Beauvoir yang mana nantinya ia adalah menjadi wanita teman hidupnya tanpa ikatan perkawinan, menurut Sartre perkawinan merupakan suatu lembaga borjuis yang mana borjuis itu sendiri sangat dibenci oleh Sartre..

Sejak tahun 1931 Sartre  mengajar sebagai guru filsafat di beberapa Lycée, berturut-turut di Le Harve, Laon, dan Paris. Sartrepun mendapatkan banyak pengalaman serta pengetahuan baru mengenai fenomologi dalam pengalamannya mengajar di beberapa Lycée. Dari pengalaman belajarnya itu akhirnya Sartre menerbitkan artikel yang berisikan hasil studinya selama di Berlin dengan judul La transcendence de l’ego  (Transendensi Ego) pada tahun 1936. dalam penerapan fenomeologi yang telah dia pelajari Sartre mencoba menerapkan pemikiran fenomenologis adalah psikologi, khususnya masalah emosi dan fantasi. Ia menulis buku-buku kecil berjudul L’imagination (imajinasi) pada tahun 1936, Esquisse d’une théorie des émotions (Garis-garis besar suatu teoritentang emosi-emosi) pada tahun 1939 dan L’imaginaire (yang imajiner) pada tahun 1940. dalam periode yang sama Sartre menerbitkan pula novel atau karya sastra yang sangat penting yang berjudul La Nausée (rasa muak) pada tahun 1938.

Ketika Perang Dunia II pecah Sartre dipanggil kembali untuk masuk ketentaraan walaupun sebelumnya dia telah mengikuti wajib militer seselumnya. Sartre lebih memilih tugasnya pada dinas meteorology, hal ini lebih dipilihnyakarena terdapat waktu luang dimana dia dapat menyalurkanhobinya yang utama yaitu membaca. Dari Juni 1940 sampai April dia ditahan oleh Jerman sebagai tahanan perang. Dalam tahanan Sartre menulis dan menyutradarai sebuah dramab yang berkisahkjan mengenai peristiwa Natal.

Ketika Perang Dunia II berlangsung Sartre menerbitkan sebuah karya filsafat yang dianggap besar seumur hidupnya yaitu dengan judul L’être et le néant. Essai d’ontologie phenomenologique (Ada Dan Ketiadaan. Percobaan Suatu Ontology Fenomenologi) pada tahun 1943. dengan terbinya buku ini Sartre berubah menjadi sorang filsuf yang ternama di Prancis dan menjadi pemimpin gerakan filosofis yang disebut dengan eksistensialisme. Buku karya Sartre ini mengalami sukses yang sangat besar pada era setelah Perang Dunia II, baik itu di Prancis sendiri ataupun diluar Prancis. Kepopulerannya itu disokong oleh karyanya berbentuk buku dengan judul L’existentialisme est un humanisme (Eksistensialisme adalah Suatu Humanisme) oada tahun 1946.selain sebagai seorang filsuf Sartre dikenal juga sebagai seorang sastrawan, karya-karya sandiwaranya antara lain; Les mouches (lalat-lalat), Huis clos (pintu tertutup), Morts sans sepulture (orang mati yang tidak dikubur), La putain respectueuse (pelacur terhormat), Les main sales (tangan kotor), Le diable et le bon Dieu (setan dan tuhan Allah), Les sequesters d’Altona (tahanan-tahanan dari Altona).

Pada tahun 1960 merupakan tahun yang sangat berpengaruh atas hidup Sartre, hal ini dikarenakan pada tahun ini diterbitkannya karya filosofisnya yang terbesar yaitu  Critique de la raison dialectique (kritik atas rasio dialektis), sbelum karya ini diterbitkan adapulakarya lain yang  yangberjudul Questions de methode (persoalan-persoalan menyangkut metode) yang didalamnnya menyangkut atau mempertentangkan antara eksistensialisme dan Marxisme.Dalam politik dalam negeri Prancis dan politik internasional Sartre melibatkan dirinya kedalamnnya, dalam persoalan dalamnegeri Sartre lebih cenderung mendukung dan besimapati kepada partai-partai ataupun golongan-golongan yang berhaluan kiri atau komunis, namun dengan dukungannya ini dia tidak pernah masuk atau menjadi anggota dari partai atau golongan kiri tersebut.Pada tahun 1960 sartre memprakarsai bedirinya “Manifesto 121 cendekiawan” yang didalamnya beranggotakan prajurit-prajurit Prancis yang menolak dikirim ke Aljazair. Sartre juga membantu organisasi terlarang di Prancis yaitu F.L.N yang memeperjuangkan kemerdekaan Aljazair.

Dengan beberapa hasil karyanya dalam dunia kesusastraan, Sartre mendapatkan hadiah atau penghargaan Nobel dalam bidang kesusastraan pada tahun 1964, tetapi ia menolak penghargaan tersebut ini dilakukan karena Sartre menganggap dengan ia menerima hadiah itu maka akan mengurangi kebebasannya  dan karenya akan memasukannya kedalam suatu golongan tertentu yaitu golongan borjuis. Pada tahun yang sama Sartre menrbitkan buku yang berisikan mengenai otobiografinya dengan judul Les Mots (kata-kata)Pada tahun 1966 ia ikut juga kedalam International Tribunal against war crimes in Vietnam yang didirikan oleh seorang filsuf Inggis Lord Bertrand Russel, yang merupakan suatu lembaga yang mengadili segala bentuk kejahatan perang yang dilakukan oleh Amerika pada perang Vietnam.

Ketika terjadinya suatu revolusi kembali di Prancis yaitu ketika revousi mahasiswa pada bulan Mei 1968, Sartre mengikuti peristiwa-peristiwa yangberlangsung dengan perhatian besar dan turut mengecam tindakan-tindakan polisi Prancis yang dinilai
Beberapa tahun kemudi ia mendirikan suatu penerbitan surat kabar yang baru, yang mana staf-stafnya merupakan orang-orang yang berhaluan kiri, dan harian itu merupakan surat kabar harian yang akan memperjuangkan kepentingan kaum buruh dan surat kabar itu dinamakan Liberation (pembebasan).
Pada tanggal 15 April 1980, Sartre m,eninggal dalam usia tujuh puluh empat tahun. Pemakamannya empat hari kemudian telah menarik banyak kerumunan masa pengikutnya. Iring-iringan melewati Latin Quarter dan melewati tempat-tempat yan menjadi tempat Sartre menuliskan karya-karya terbaiknya. NEXT


IKASEJARAHUPI
Site Owners Pandu Rinata 2009
Situs Ikatan Alumni Sejarah UPI Bandung